Rabu, 14 November 2012


Mencari Sosok Bupati Ideal
Oleh: A. Rahman Masiga
Amirul Mukminin Umar bin Khattab pernah menangis selama satu pekan mendengar laporan dari masyarakatnya bahwa ditemukan seekor kambing mati di sungai yang masih berada di wilayah kekuasaannya sebagai khalifah ke-2  zaman khulafaurrasyidin. Pada kesempatan lain pada zaman pemerintahan Umar bin Khattab juga. Amru bin Ash pernah menolak tawaran dari Umar untuk menjadi gubernur Mesir yang merupakan wilayah kekuasaan Islam pada waktu itu karena khawatir tidak dapat memikul amanah yang sangat berat sebagai pemimpin. Sahabat Rasulullah yang juga terkenal sebagai bisnisman kaya raya Abdurrahman bin ‘Auf juga pernah membuang kesempatan “emas” untuk menggantikan Umar bin Khattab menjadi khalifah yang ke-3 sehingga kemudian majelis yang dibentuk oleh Umar ra. Sepakat menunjuk Usman bin Affan sebagai pengganti Umar ra. Mungkin kita juga pernah mendengar mantan Perdana Menteri Jepang mengundurkan diri dari jabatannya sebagai pertanggungjawaban moral kepada publik  Jepang karena terjadi konflik internal di partainya. Dan tak kalah menarik salah seorang pejabat Negara di Eropa mengundurkan diri dari jabatannya hanya karena melanggar peraturan lalu lintas.
Itu semuanya sekelumit kisah menarik dan penuh makna yang perlu kita cermati dan pelajari. Hal ini merupakan salah satu dari banyak kisah dan cerita pemimpin yang memiliki mental, jiwa dan moral kepemimpinan. Semasa hidup orang-orang tidak akan memngingat apa yang kita lakukan untuk diri kita, tetapi orang akan mengingat apa yang kita lakukan pada orang lain, mereka menjadi pewaris dari karya-karya yang telah kita lakukan sepanjang hidup. Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang memiliki capaian besar yakni prestasi cemerlang untuk rakyatnya bukan bangga dengan apa yang telah diraihnya untuk diri mereka sendiri namun dikarenakan apa yang telah diberikan untuk rakyatnya.
Rakyat akan bangga memiliki pemimpin dengan gelar akademis yang bagus, kemampuan pengetahuan agama yang baik, fasilitas serba lengkap serta bangga dengan pemimpin hidupnya memiliki makna tatkala menjabat sebagai pemimpin. Tetapi masyarakat akan lebih bangga dengan pemimpin yang membuat mereka (masyarakat) memiliki gelar akademis yang dapat memberi manfaat, mendorong kehidupan keber-agama-an lebih mewarnai keseharian masyarakat, dan menjadikan mereka memiliki fasilitas hidup yang cukup dan menjadikan hidup mereka semakin bermakna. Pemimpin harus tahu posisinya dimata rakyatnya. Pemimpin adalah pelayan bukan untuk dilayani. Pemimpin sebagai tempat acuan dan tunjuk ajar serta tempat menyelesaikan masalah secara strategis bukan sebagai sumber masalah.
Kisah Umar bin Khattab dan beberapa pemimpin diatas merupakan sikap dan mental  juga moral penguasa yang ingin memberikan makna kepada yang dipimpinnya. Makna disini adalah warisan manfaat yang ditinggalkan oleh pemimpin kepada rakyatnya.
Nah, apa jadinya sebuah negeri jika pemimpinnya tak mampu mewariskan makna itu kepada rakyatnya?. Alamat centang perenanglah negeri ini kalau lah amanah sudah disalahgunakan. Waktu yang telah diberikan bukan untuk menyenangkan rakyat tapi ternyata hanya menyenangkan orang-orang terdekat. Oleh karena itu pemimpin yang menjadi guru dan tauladanlah yang harus menjadi pemimpin kita kedepan, pemimpin yang benar-benar memiliki komitmen dan kesungguhan yang tinggi untuk memimpin kita. Ini bisa dilihat dengan keikhlasan dalam memimpin yakni semata-mata hanya mencari ridha Allah SWT. Seperti menerima kritik dengan senang hati bahkan selalu ingin dikritik.
Dalam riwayat, Umar al Faruk pernah pergi ke sahabatnya hanya untuk minta kritik. Tapi, beliau lalu marah-marah karena sahabatnya tidak menemukan kekurangan dalam diri Umar. Pemimpin kita hari ini tak usahlah menuju orang untuk dikritik. Tetap di rumah dan di kantor saja sudah banyak yang datang untuk mengkritik. Lalu bagaimana kritik ini menjadi suatu harapan dan santapan yang enak untuk membangun kepribadian dan mental pemimpin.
Seorang pemimpin harus mengerti tugas dan hakikat menjadi pemimpin. Pemimpin tugasnya untuk mengangkat derajat dan martabat masyarakatnya bukan sebaliknya. Pemimpin harus berprinsip apa yang diberikan bukan apa yang harus didapatkan. Pemimpin juga harus siap menderita dengan segala konsekwensinya dicaci, dihina dan dibenci demi menjalankan kebenaran. Bukankah kata orang bijak bahwa jalan pemimpin adalah jalan derita?...  Mari kita lihat sejarah manusia yang paling berpengaruh di dunia ini yaitu Nabi Muhammad SAW pernah mendapat cacian dan hinaan dari masyarakat bahkan pernah dilempar batu, beliau tidak merasa capek, kecewa atau berhenti dari aktifitasnya dan yang lebih luar biasanya. Beliau tidak memiliki dendam dengan para musuhnya. Sebuah logika kepemimpinan, pemimpin yang membangun masyarakatnya berangkat dari kondisi yang serba sulit dibawah tekanan serta kritikan orang akan menghiasi kepemimpinan yang kokoh secara prinsip.
Kita tidak terlalu berharap untuk pemimpin Inhil/Riau kedepan adalah orang-orang yang memiliki kualitas dan kualifikasi seperti pemimpin-pemimpin besar yang pernah ada. Tetapi kita juga tidak ingin memiliki pemimpin yang kualits dan kualifikasinya jauh dari apa yang diharapkan. Kita pasti berharap pemimpin nanti adalah individu yang memilki kepekaan social tinggi dengan masyarakatnya. Kriterianya, pertama, tidak menghamburkan uang dengan agenda-agenda seremonial yang menelan anggaran cukup besar dengan mengabaikan sector lain yang lebih penting seperti pembangunan ekonomi dan pendidikan. Kedua, tidak menganggarkan fasilitas yang berlebihan kepada pejabat dibandingkan apa yang telah didapatkan oleh masyarakat dengan kemiskinan, seperti kehidupan para pejabat yang penuh fasilitas berbeda jauh dengan masyarakat yang seharusnya lebih pantas  untuk menikmati hasil daerah dibandingkan para pejabat daerah. Ketiga, lebih sering turun kebawah dari pada bertandang keatas, karena tidak meratanya pembangunan Riau/Inhil pada hari ini dikarenakan ketidakadilan pembangunan. Wajar kalau hari ini wacana pemekaran kabupaten merupakan gejolak-gejolak yang senantiasa ada.
Tentu menjadi harapan kita pemimpin yang berhasil dalam memimpin memberikan warisan manfaat kepada masyarakat pada ujung kehidupannya tidak mengalami nasib tragis, dihina, dihujat dan sebagainya. Orang sangat mudah melupakan kebaikan kita, kebaikan yang dibina selama bertahun-tahun selama memimpin menjadi sirna dengan satu tindakan kita yang menyakitkan masyarakat. Ibarat susu sebelanga rusak karena nila setitik. Semasa Berjaya kita dielu-elukan dengan tari sekapur sirih, kompang dan tepuk tepung tawar, silat dan persembahan lainnya.
Namun tatkala kita jatuh, semua orang berusaha mengungkit kesalahan kita. Banyak pejabat kalau sudah jadi mantan selalu penjara menjadi tempat singgahnya. Makanya banyak yang takut jadi mantan (kira-kira begitu). Bak pepatah modern, “di Eropa masuk penjara dulu baru jadi pemimpin. Di Indonesia pemimpin dulu baru masuk penjara.”
Semoga itu semua menjadi cerminan ke depan bagi pemimpin kita (termasuk  juga bagi mereka yang ingin memilih pemimpin). Pemimpin yang memiliki mental dan moral kepemimpinan bermula dari keberhasilan memimpin dirinya untuk senantiasa terhindar dari malapetaka akibat dosa dan maksiat kepada Allah SWT. Karena kepribadian yang bersih akan memberi nilai kepada yang dipimpinnya. Mungkin terlalu ideal untuk standar pemimpin Inhil bahkan Riau ke depan, tetapi  tidak ada salahnya kita mengambil  pelajaran dan hikmah  terhadap pemimpin dari kisah-kisah terdahulu.

Tidak ada komentar: