Selasa, 16 Oktober 2012

Berteman dan Menemani Pemimpin: Strategi Meraih Jabatan Secara Elegan

Era otonomi daerah diterjemahkan  sebagai era kebebasan mengatur semua potensi sumber daya yang dimiliki daerah, sehingga sistem pemerintahan terkesan mengarah kepada sistem dinasti kekuasaan.

Siapa yang berkuasa, maka ia akan mengatur kekuasaan, baik itu gubernur, bupati dan wali kota, sampai dengan pejabat di bawahnya. Saking enaknya menjadi pejabat yang berkuasa, maka kalaulah diperbolehkan undang-undang seseorang  akan berupaya untuk mempertahankan kekuasaannya seumur hidup.

 Siapa yang tidak tergiur  menjadi pejabat public mengingat semua fasilitas hidupnya telah dijamin oleh negara. Mulai dari urusan kamar mandi, urusan dinas sampai dengan urusan kebahagiaan  pribadi pun ikut diurus oleh negara.

Ia dihormati, disegani, bahkan dimanjakan oleh masyarakat dan juga pegawainya. Ia pun akan menikmati fasilitas yang sangat mewah dan kemegahan hidup luar biasa, di samping itu pendapatan lain dari kue APBD pun  bakalan melimpah.

Belum lagi adanya program studi banding dan perjalanan dinas keliling Indonesia atau bahkan keliling dunia, sambil rekreasi membawa keluarga.

Menguji Kualitas Pemimpin
Setelah sekian kali pemerintah menggelar proses pemilihan kepala daerah dan wakil rakyat secara langsung, tentunya masyarakat bisa menilai kualitas pemimpin yang terlahir dari proses Pemilukada.

Fakta yang teramati pada awal masa kepemimpinannya sangat menggebu-gebu, namun sayang idenya tidak mampu diimplementasikan dalam wujud karya nyata.  Sang pemimpin terlena dengan impian belaka, sehingga apa yang dikampanyekan pada penyampaian visi dan misi hanya berupa wacana tanpa adanya langkah eksekusi yang pasti.

Mereka  hanya berputar-putar atau pun berjalan tertatih-tatih dalam melakukan eksekusi, karena mendapatkan hambatan internal yang luar biasa beratnya terutama terkait dengan imbal jasa terhadap tim sukses.

Mereka punya mimpi, namun sayang mimpinya hanyalah bersifat abstraktif dan tidak memiliki bentuk yang bisa divisualisasikan. Bahkan ada pemimpin yang tidak memiliki energi positif untuk mengejar mimpinya setelah ia duduk di kursi emas singgasana kekuasaan.

Oleh karena itu, tidaklah mengherankan bilamana ada sejumlah pemimpin hasil dari proses Pemilukada ternyata kualitas kepemimpinannya dipertanyakan banyak kalangan. Hal ini terjadi karena beberapa hal berikut.

Pertama, pemimpin sedari awal tidak mempunyai niat untuk melakukan pengabdian pada negeri ini. Yang ia targetkan bagaimana ia bisa duduk sebagai pemimpin, meskipun ia harus berjuang dengan segala pengorbanan demi meraih cita-cita.

Setelah ia terpilih  duduk menjadi pejabat  maka dengan segala cara berusaha untuk mengembalikan modal awal plus keuntungan yang sangat besar. Ia  tidak tertantang dengan tugas kepemimpinan yang sebenarnya.

Kedua, sang pemimpin penuh keraguan dan kegamangan dalam mengambil keputusan strategis. Semua serba lamban dan lambat sehingga berdampak pada rendahnya kinerja pemerintah. Kondisi tersebut terjadi karena terlalu banyak bisikan dari orang-orang dekat yang merasa berjasa untuk meminta imbal beli kekuasaan.

Ia tidak berani mengambil keputusan strategis berdasar pemikiran logis dirinya, ia selalu khawatir dengan keputusan yang diambilnya tidak mendapat dukungan dari tim yang telah mendukungnya.

Ketiga, sang pemimpin salah merekrut pejabat yang akan membantu dalam pekerjaannya. Banyak pemimpin yang mengalami kegagalan  disebabkan oleh ulah anak buahnya yang tidak bekerja optimal dan  kurang kompeten.

Banyak anggota tim yang telah berjasa diangkat sebagai pejabat , namun ternyata ia hanya mengandalkan pada surat keputusan (SK) yang menjadi haknya untuk memimpin, tanpa didasarkan pada upaya meningkatkan kredibilitas dan prestasi kerja yang handal dan profesional.

Hasilnya dengan  berbekal SK itulah banyak pemimpin yang menyalahgunakan wewenangnya dan berujung pada persoalan hukum.  Pemimpin sejati adalah pemimpin yang sanggup menderita demi untuk memakmurkan rakyatnya.

Keempat, sang pemimpin  memiliki kelemahan dalam mengenali dan melakukan koreksi sedini mungkin terhadap  kesalahan-kesalahan yang ada di sekitarnya, termasuk koreksi kesalahan yang ditimbulkan oleh dirinya sendiri.

Sang pemimpin tidak mampu memahami isu-isu penting dalam kompleksitas situasi yang ada sesuai dinamikia perkembangan masyarakat yang sangat dinamis.

Kelima, pemimpin tidak fokus dan kurang mampu memimpin secara kolektif terhadap  seluruh jajaran tim manajemen. Sehingga setiap hari kebanjiran permasalahan yang terus bertumpuk tanpa ada penyelesaian yang tuntas.

Pemimpin tidak menyenangi implementasi dan jarang melakukan evaluasi dan tidak mendorong anak buah mendapatkan inspirasi. Lebih celaka lagi, sang pemimpin cepat puas dengan setiap jawaban awal yang disampaikan anak buahnya tanpa menyadari bahwa jawaban awal anak buah sekadar jawaban asal-asalan.

Keenam, sang pemimpin sendiri enggan membangun sebuah sistem yang kondusif yang bisa mendorong orang di seputarnya  untuk bisa memberikan kontribusi terbaiknya. Sang pemimpin sering dihadapkan dengan persoalan politis, sehingga cenderung menjalankan praktik-praktik diskriminasi yang tidak profesional.

Yang dipikirkan oleh mereka adalah bagaimana ia bisa mempertahankan tahta kekuasaannya,  bukan bagaimana membangun negeri ini menjadi lebih maju dan berkembang pesat.

 Ketujuh, sang pemimpin memiliki agenda pribadi yang tersembunyi sehingga secara intelektual kurang jujur dalam menjalankan  wewenang kepemimpinannya. Agenda pribadi sering bertabrakan dengan nilai-nilai idealisme, sehingga melahirkan keputusan yang kontroversial.

Menemani Pemimpin
Kepemimpinan adalah amanah yang diberikan Tuhan yang nantinya  harus di pertanggungjawabkan, karena itu siapapun Anda, di manapun Anda berada, dan apapun jabatan Anda, kiranya harus menyadari tentang prinsip kepemimpinan.

Kepemimpinan bukan semata-mata persoalan memimpin negara atau partai politik. Memimpin diri sendiri adalah persyaratan sebelum kita  dapat memimpin orang lain. Pisahkan kepemimpinan dari segala yang ada di luar kita, pangkat, jabatan, kedudukan, dan sebagainya.

Kepemimpinan adalah sikap, tindakan, dan perilaku , kebiasaan dan karakter itu sendiri. Proses untuk menjadi seorang pemimpin sejati tidaklah mudah dan memerlukan waktu yang relatif lama. Anda harus menjalani dari hari ke hari, menumbuhkan kebiasan yang baik dan mengembangkannya hingga menjadi karakter.

Untuk itu tidak ada cara yang cepat,  karier dalam kepemimpinan tidak dapat dikarbit, tetapi harus dijalani tahap demi tahap. Pemimpin yang dikarbit adalah pemimpin yang semu, ia tidak langgeng. Kejatuhannya hanyalah menunggu waktu.

Anehnya manajemen karir pada struktur birokrasi pemerintah era otonomi daerah tampaknya tidak terpola secara baik, sehingga siapa saja dan kapan saja bisa meraih posisi jabatan yang diinginkan.

Pola karir, jalur karir,   perencanaan karir dan  manajemen karir sudah ditinggalkan,  dan kini  digantikan model pengembangan karir melalui  sistem Pemilukada.  Model ini memberikan peluang kepada siapa saja yang berminat untuk menjadi pejabat, asalkan memahami bagaimana cara cerdas bisa ikut menemani sang pemimpin.

 Kita bisa melihat  betapa sibuknya para pejabat atau  orang-orang yang ingin mengejar jabatan  menemani pemimpin ke mana pun pemimpin pergi. Ada  maksud tertentu di balik menemani sang pemimpin besarnya.

Saking banyaknya orang yang menemaninya  akhirnya sang pemimpin mengalami kebingungan tentang apa yang seharusnya dilakukan,  sehingga kerja sang pemimpin hanya berkutat pada aktivitas-aktivitas yang berbau seremonial kepemimpinan.

Sang pemimpin lebih banyak menghabiskan waktu dengan orang-orang yang “disenangi”, walaupun orang-orang tersebut tidak menunjukkan kontribusi apa pun selain setia “menemani” ke mana pun sang pemimpin pergi.

Pemimpin seperti ini hanya melakukan aktivitas rutin tanpa makna sama sekali. Ironisnya lagi konon kabarnya penyusunan kabinet yang akan ditempatkan pada berbagai posisi didiskusikan terlebih dahulu secara matang dengan teman-teman yang setia menemani.

Pertanyaannya, apakah kepemimpinan seperti dapat dipertanggungjawabkan? Sebenarnya yang kita cari adalah pemimpin yang memiliki karakter, memiliki komitmen, mampu bekerja sama dengan tim, mempunyai kompetensi dan ia memegang teguh konsistensi.

Pertanyaannya, apakah para pemimpin  yang saat ini duduk di singgasana kekuasaan memenuhi kriteria tersebut?***

                          
Artikel ini awalnya merupakan tulisan Machasin, Dosen Program Magister Manajemen FE Unri.

Tidak ada komentar: