Mencari Sosok Bupati Ideal
Oleh: A. Rahman Masiga
Amirul Mukminin Umar bin Khattab pernah menangis selama satu pekan
mendengar laporan dari masyarakatnya bahwa ditemukan seekor kambing mati di
sungai yang masih berada di wilayah kekuasaannya sebagai khalifah ke-2 zaman khulafaurrasyidin. Pada kesempatan lain
pada zaman pemerintahan Umar bin Khattab juga. Amru bin Ash pernah menolak
tawaran dari Umar untuk menjadi gubernur Mesir yang merupakan wilayah kekuasaan
Islam pada waktu itu karena khawatir tidak dapat memikul amanah yang sangat
berat sebagai pemimpin. Sahabat Rasulullah yang juga terkenal sebagai bisnisman
kaya raya Abdurrahman bin ‘Auf juga pernah membuang kesempatan “emas” untuk
menggantikan Umar bin Khattab menjadi khalifah yang ke-3 sehingga kemudian
majelis yang dibentuk oleh Umar ra. Sepakat menunjuk Usman bin Affan sebagai
pengganti Umar ra. Mungkin kita juga pernah mendengar mantan Perdana Menteri
Jepang mengundurkan diri dari jabatannya sebagai pertanggungjawaban moral
kepada publik Jepang karena terjadi
konflik internal di partainya. Dan tak kalah menarik salah seorang pejabat
Negara di Eropa mengundurkan diri dari jabatannya hanya karena melanggar
peraturan lalu lintas.
Itu semuanya sekelumit kisah menarik dan penuh makna yang perlu kita
cermati dan pelajari. Hal ini merupakan salah satu dari banyak kisah dan cerita
pemimpin yang memiliki mental, jiwa dan moral kepemimpinan. Semasa hidup
orang-orang tidak akan memngingat apa yang kita lakukan untuk diri kita, tetapi
orang akan mengingat apa yang kita lakukan pada orang lain, mereka menjadi
pewaris dari karya-karya yang telah kita lakukan sepanjang hidup. Pemimpin yang
baik adalah pemimpin yang memiliki capaian besar yakni prestasi cemerlang untuk
rakyatnya bukan bangga dengan apa yang telah diraihnya untuk diri mereka
sendiri namun dikarenakan apa yang telah diberikan untuk rakyatnya.
Rakyat akan bangga memiliki pemimpin dengan gelar akademis yang bagus,
kemampuan pengetahuan agama yang baik, fasilitas serba lengkap serta bangga
dengan pemimpin hidupnya memiliki makna tatkala menjabat sebagai pemimpin.
Tetapi masyarakat akan lebih bangga dengan pemimpin yang membuat mereka
(masyarakat) memiliki gelar akademis yang dapat memberi manfaat, mendorong kehidupan
keber-agama-an lebih mewarnai keseharian masyarakat, dan menjadikan mereka
memiliki fasilitas hidup yang cukup dan menjadikan hidup mereka semakin
bermakna. Pemimpin harus tahu posisinya dimata rakyatnya. Pemimpin adalah
pelayan bukan untuk dilayani. Pemimpin sebagai tempat acuan dan tunjuk ajar
serta tempat menyelesaikan masalah secara strategis bukan sebagai sumber
masalah.
Kisah Umar bin Khattab dan beberapa pemimpin diatas merupakan sikap dan
mental juga moral penguasa yang ingin
memberikan makna kepada yang dipimpinnya. Makna disini adalah warisan manfaat
yang ditinggalkan oleh pemimpin kepada rakyatnya.
Nah, apa jadinya sebuah negeri jika pemimpinnya tak mampu mewariskan
makna itu kepada rakyatnya?. Alamat centang perenanglah negeri ini kalau lah
amanah sudah disalahgunakan. Waktu yang telah diberikan bukan untuk
menyenangkan rakyat tapi ternyata hanya menyenangkan orang-orang terdekat. Oleh
karena itu pemimpin yang menjadi guru dan tauladanlah yang harus menjadi
pemimpin kita kedepan, pemimpin yang benar-benar memiliki komitmen dan
kesungguhan yang tinggi untuk memimpin kita. Ini bisa dilihat dengan keikhlasan
dalam memimpin yakni semata-mata hanya mencari ridha Allah SWT. Seperti
menerima kritik dengan senang hati bahkan selalu ingin dikritik.
Dalam riwayat, Umar al Faruk pernah pergi ke sahabatnya hanya untuk minta
kritik. Tapi, beliau lalu marah-marah karena sahabatnya tidak menemukan
kekurangan dalam diri Umar. Pemimpin kita hari ini tak usahlah menuju orang
untuk dikritik. Tetap di rumah dan di kantor saja sudah banyak yang datang
untuk mengkritik. Lalu bagaimana kritik ini menjadi suatu harapan dan santapan
yang enak untuk membangun kepribadian dan mental pemimpin.
Seorang pemimpin harus mengerti tugas dan hakikat menjadi pemimpin.
Pemimpin tugasnya untuk mengangkat derajat dan martabat masyarakatnya bukan
sebaliknya. Pemimpin harus berprinsip apa yang diberikan bukan apa yang harus
didapatkan. Pemimpin juga harus siap menderita dengan segala konsekwensinya
dicaci, dihina dan dibenci demi menjalankan kebenaran. Bukankah kata orang
bijak bahwa jalan pemimpin adalah jalan derita?... Mari kita lihat sejarah manusia yang paling
berpengaruh di dunia ini yaitu Nabi Muhammad SAW pernah mendapat cacian dan
hinaan dari masyarakat bahkan pernah dilempar batu, beliau tidak merasa capek,
kecewa atau berhenti dari aktifitasnya dan yang lebih luar biasanya. Beliau
tidak memiliki dendam dengan para musuhnya. Sebuah logika kepemimpinan,
pemimpin yang membangun masyarakatnya berangkat dari kondisi yang serba sulit
dibawah tekanan serta kritikan orang akan menghiasi kepemimpinan yang kokoh
secara prinsip.
Kita tidak terlalu berharap untuk pemimpin Inhil/Riau kedepan adalah
orang-orang yang memiliki kualitas dan kualifikasi seperti pemimpin-pemimpin
besar yang pernah ada. Tetapi kita juga tidak ingin memiliki pemimpin yang
kualits dan kualifikasinya jauh dari apa yang diharapkan. Kita pasti berharap
pemimpin nanti adalah individu yang memilki kepekaan social tinggi dengan
masyarakatnya. Kriterianya, pertama,
tidak menghamburkan uang dengan agenda-agenda seremonial yang menelan anggaran
cukup besar dengan mengabaikan sector lain yang lebih penting seperti
pembangunan ekonomi dan pendidikan. Kedua,
tidak menganggarkan fasilitas yang berlebihan kepada pejabat dibandingkan apa
yang telah didapatkan oleh masyarakat dengan kemiskinan, seperti kehidupan para
pejabat yang penuh fasilitas berbeda jauh dengan masyarakat yang seharusnya
lebih pantas untuk menikmati hasil daerah
dibandingkan para pejabat daerah. Ketiga,
lebih sering turun kebawah dari pada bertandang keatas, karena tidak meratanya
pembangunan Riau/Inhil pada hari ini dikarenakan ketidakadilan pembangunan.
Wajar kalau hari ini wacana pemekaran kabupaten merupakan gejolak-gejolak yang
senantiasa ada.
Tentu menjadi harapan kita pemimpin yang berhasil dalam memimpin
memberikan warisan manfaat kepada masyarakat pada ujung kehidupannya tidak
mengalami nasib tragis, dihina, dihujat dan sebagainya. Orang sangat mudah
melupakan kebaikan kita, kebaikan yang dibina selama bertahun-tahun selama
memimpin menjadi sirna dengan satu tindakan kita yang menyakitkan masyarakat. Ibarat
susu sebelanga rusak karena nila setitik. Semasa Berjaya kita dielu-elukan
dengan tari sekapur sirih, kompang dan tepuk tepung tawar, silat dan
persembahan lainnya.
Namun tatkala kita jatuh, semua orang berusaha mengungkit kesalahan kita.
Banyak pejabat kalau sudah jadi mantan selalu penjara menjadi tempat
singgahnya. Makanya banyak yang takut jadi mantan (kira-kira begitu). Bak pepatah
modern, “di Eropa masuk penjara dulu baru jadi pemimpin. Di Indonesia pemimpin
dulu baru masuk penjara.”
Semoga itu semua menjadi cerminan ke depan bagi pemimpin kita
(termasuk juga bagi mereka yang ingin
memilih pemimpin). Pemimpin yang memiliki mental dan moral kepemimpinan bermula
dari keberhasilan memimpin dirinya untuk senantiasa terhindar dari malapetaka
akibat dosa dan maksiat kepada Allah SWT. Karena kepribadian yang bersih akan memberi
nilai kepada yang dipimpinnya. Mungkin terlalu ideal untuk standar pemimpin
Inhil bahkan Riau ke depan, tetapi tidak
ada salahnya kita mengambil pelajaran
dan hikmah terhadap pemimpin dari
kisah-kisah terdahulu.